Penerapan mekanisme baru dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2011 dinilai pihak sekolah bisa menekan potensi kecurangan.
"Dalam UN tahun ini ada lima paket soal, berbeda dengan tahun lalu yang hanya dua paket," kata Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Semarang, Sutomo di Semarang, Senin.
Menyikapi mekanisme baru UN itu, ia mengatakan paket soal yang semakin banyak memang mengurangi potensi kecurangan, sebab sangat sulit bagi sekolah sekalipun untuk berlaku curang.
Ia membandingkan dengan mekanisme pelaksanaan UN tahun lalu yang hanya mengujikan dua paket soal, yakni A dan B, sementara tahun ini ada lima paket soal, yakni A hingga E.
"Logikanya seperti ini, kalau ada lima paket soal, apakah mudah bagi sekolah membantu siswa mengerjakan semua soal, apalagi kelima paket pasti memiliki soal yang berbeda," katanya.
Selain mengurangi potensi terjadinya kecurangan, Sutomo menilai mekanisme kelulusan sekolah yang diterapkan tahun ini juga lebih memudahkan siswa dibanding mekanisme tahun lalu.
Ia mengatakan formulasi kelulusan siswa pada tahun ini dilakukan dengan menggabungkan nilai UN dan nilai sekolah, keduanya tak lagi dinilai secara terpisah seperti tahun lalu.
"Ini kemungkinan terburuk, misalnya siswa mendapatkan nilai matematika 3 dan IPA sebesar 1,5, kemungkinan lulus ada jika nilai rata-rata setelah penggabungan memenuhi ketentuan," katanya.
Kendati menilai mekanisme kelulusan siswa tahun ini lebih meringankan, ia mengaku tetap menyiapkan siswa sebaik-baiknya dalam menghadapi UN, seperti halnya tahun lalu.
"Siapa yang tidak ingin siswanya mendapatkan nilai terbaik dalam UN. Kami tetap mempersiapkan siswa, apalagi sekolah kami ini rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI)," kata Sutomo.
Senada dengan itu, Kepala SMP Negeri 5 Semarang Suharto juga mengatakan potensi kecurangan dalam pelaksanaan UN justru semakin kecil dengan semakin banyaknya paket soal.
Dalam UN tahun ini ada lima paket soal, kata dia, kalau dalam satu kelas ada 20 siswa, maka setiap empat siswa soalnya berbeda, mereka sulit melakukan kerja sama dalam mengerjakan soal.
"Setiap siswa tentu lebih berkonsentrasi untuk mengerjakan soalnya sendiri, mau mencontek temannya soalnya berbeda, bahkan perbedaannya sampai lima paket soal," kata Suharto.
"Dalam UN tahun ini ada lima paket soal, berbeda dengan tahun lalu yang hanya dua paket," kata Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Semarang, Sutomo di Semarang, Senin.
Menyikapi mekanisme baru UN itu, ia mengatakan paket soal yang semakin banyak memang mengurangi potensi kecurangan, sebab sangat sulit bagi sekolah sekalipun untuk berlaku curang.
Ia membandingkan dengan mekanisme pelaksanaan UN tahun lalu yang hanya mengujikan dua paket soal, yakni A dan B, sementara tahun ini ada lima paket soal, yakni A hingga E.
"Logikanya seperti ini, kalau ada lima paket soal, apakah mudah bagi sekolah membantu siswa mengerjakan semua soal, apalagi kelima paket pasti memiliki soal yang berbeda," katanya.
Selain mengurangi potensi terjadinya kecurangan, Sutomo menilai mekanisme kelulusan sekolah yang diterapkan tahun ini juga lebih memudahkan siswa dibanding mekanisme tahun lalu.
Ia mengatakan formulasi kelulusan siswa pada tahun ini dilakukan dengan menggabungkan nilai UN dan nilai sekolah, keduanya tak lagi dinilai secara terpisah seperti tahun lalu.
"Ini kemungkinan terburuk, misalnya siswa mendapatkan nilai matematika 3 dan IPA sebesar 1,5, kemungkinan lulus ada jika nilai rata-rata setelah penggabungan memenuhi ketentuan," katanya.
Kendati menilai mekanisme kelulusan siswa tahun ini lebih meringankan, ia mengaku tetap menyiapkan siswa sebaik-baiknya dalam menghadapi UN, seperti halnya tahun lalu.
"Siapa yang tidak ingin siswanya mendapatkan nilai terbaik dalam UN. Kami tetap mempersiapkan siswa, apalagi sekolah kami ini rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI)," kata Sutomo.
Senada dengan itu, Kepala SMP Negeri 5 Semarang Suharto juga mengatakan potensi kecurangan dalam pelaksanaan UN justru semakin kecil dengan semakin banyaknya paket soal.
Dalam UN tahun ini ada lima paket soal, kata dia, kalau dalam satu kelas ada 20 siswa, maka setiap empat siswa soalnya berbeda, mereka sulit melakukan kerja sama dalam mengerjakan soal.
"Setiap siswa tentu lebih berkonsentrasi untuk mengerjakan soalnya sendiri, mau mencontek temannya soalnya berbeda, bahkan perbedaannya sampai lima paket soal," kata Suharto.
0 comments
Post a Comment