Permasalahan Memilih Jurusan di bangku Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah merupakan problematika tersendiri bagi para siswa SMA/MA, terutama siswa kelas 10 semenster 2. Sebab pelaksanaan penjurusan bagi setiap siswa dimulai pada semester 1 (satu) kelas XI, untuk penentuan IPA,IPS, Bahasa, atau Keagamaan dilakukan akhir semester 2 (dua) kelas X. Kriteri penjurusan meliputi Nilai Akademik, Minat Akademik dan Pindah Jurusan. Oleh karena itu artikel kami tentang Penjurusan di SMA ini diharapkan dapat membantu para siswa atau dewan guru dalam menentukan pilihan jurusan yang tepat yang akan berdampak pada proses pendidikan selanjutnya.
Penjurusan atau Course yang ditawarkan di level pendidikan menengah diterapkan di Indonesia sejak Zaman Hindia Belanda. Sekolah HBS (Hogere Burger School)yang merupakan Sekolah Menengah untuk anak-anak Eropa, dan AMS (Algemeene Middelbare School) yang merupakan sekolah menengah atas untuk anak-anak pribumi pertama kalinya dibagi atas 2 course yaitu Budaya (Kelompok A) dan Sains (kelompok B). Pada masa-masa selanjutnya sistem penjurusan di Indonesia diterapkan sejak SMP, yang kemudian dihapuskan pada tahun 1962. Sistem penjurusan kemudian hanya dikenal di SMA dengan 3 macam jurusan yaitu A (sains), B (bahasa/budaya) dan C (sosial). Pengistilahan ini mengalami perubahan dan spesifikasi pada masa-masa berikutnya seperti A1, A2, A3, dan A4. Dan akhirnya kembali seperti sekarang, penamaan jurusan tidak lagi menggunakan lambang huruf atau angka, tetapi dengan kategori IPA, IPS, Bahasa, dan Keagamaan.
Penjurusan diperkenalkan sebagai upaya untuk lebih mengarahkan siswa berdasarkan minat dan kemampuan akademiknya. Siswa-siswa yang mempunyai kemampuan sains dan ilmu eksakta yang baik, biasanya akan memilih jurusan IPA, dan yang memiliki minat pada sosial dan ekonomi akan memilih jurusan IPS, lalu yang gemar berbahasa akan memilih Bahasa.
Pengarahan sejak dini ini dimaksudkan untuk memudahkan siswa memilih major/bidang ilmu yang akan ditekuninya di Universitas atau akademi yang tentunya akan mengarah pula kepada karirnya kelak. Tetapi penjurusan di tingkat SMA tidak selalu menjamin bahwa seorang siswa akan memilih bidang studi yang sama di Universitas, karena pada kenyataannya banyak siswa program IPA yang memilih jurusan Ekonomi, Politik, Hubungan Internasional, atau siswa jurusan IPS yang memilih program Bahasa.
Pemilihan jurusan yang berbeda dengan bidang ilmu yang ditekuni di SMA tersebut adalah wajar sebab anak seusia SMA memang belum bisa memastikan karirnya. Jangankan anak SMA, mahasiswa PT pun masih mengalami kebimbangan menentukan karirnya setelah lulus.
Yang penting untuk dipikirkan saat ini adalah apakah penjurusan di SMA sudah efektif, terutama jika dipandang dari sudut kepentingan siswa ? Sebagaimana disebutkan dalam UU Sisdiknas 2003 tentang tujuan pendidikan menengah, ada 2 arahan yaitu mempersiapkan siswa ke jenjang PT, dan untuk terjun ke masyarakat (bekerja). Dalam penelitian yang saya lakukan di beberapa SMA di Madiun, jumlah lulusan SMA yang melanjutkan ke PT adalah 56%, yang bekerja 9%, dan 35% tergolong unemployment (termasuk data yang tak jelas). Lulusan SMK yang melanjutkan ke PT sebesar 6%, yang bekerja sebesar 40%, lalu sisanya (54%) unemployment. Secara nasional, lulusan Sekolah Menengah yang melanjutkan ke PT hanya sebesar 15 % (Data tahun 2005/2006).
Rendahnya angka melanjutkan ke PT dapat disebabkan oleh banyak hal, di antaranya : masalah ekonomi, ketidakmampuan akademik, gagal dalam UN, gagal dalam ujian masuk PT, dll. Melihat kenyataan rendahnya angka partisipasi tersebut, maka pendidikan di level SMA (pendidikan menengah umum) sebaiknya diarahkan untuk mempersiapkan siswa agar lebih memiliki kemampuan untuk bekerja atau membuka usaha mandiri. Tentu saja, selain pemikiran ini, dapat juga dikembangkan argumen untuk mempermudah proses ujian masuk PT atau menekan biaya kuliah/masuk PT, tetapi pembahasan tentang ini tidak akan saya bahas di sini.
Penjurusan yang ada di SMA saat ini adalah penjurusan yang mengarah kepada satu tujuan yaitu melanjutkan ke PT. Penjurusan seperti ini memiliki keterbatasan dalam mengantisipasi kondisi siswa-siswa yang karena alasan tertentu tidak dapat melanjutkan ke PT, dan memilih (terpaksa memilih) untuk langsung bekerja. Dengan kemampuan yang dipersiapkan untuk melanjutkan ke PT, maka wajar jika banyak siswa SMA juga mengalami kesulitan ketika bekerja di masyarakat. Bahkan pekerjaan yang dilakukan barangkali serabutan,dengan prinsip yang penting bekerja.
Barangkali banyak yang menyarankan agar anak-anak yang tidak ingin melanjutkan ke PT dan berminat bekerja, sebaiknya melanjutkan ke SMK saja. Tetapi perlu diingat bahwa jumlah SMK lebih sedikit dibandingkan dengan SMA, dan itu pun tidak menyebar merata ke daerah-daerah pelosok. Bantahan lain, barangkali ada anak yang tidak senang dengan sistem belajar/pendidikan di SMK. Hak-hak dan keberatan semacam ini harus diakomodasikan dalam sistem pendidikan kita.
SMK selama ini dianggap sebagai sekolah untuk anak kelas kedua, di mana kelas kesatu dianggap sebagai anak-anak berotak cemerlang yang mampu mengenyam pendidikan SMA. Di beberapa negara SMK bahkan dianalogkan sebagai sekolahnya anak-anak desa/daerah. Dan karena sejak awal sistem pendidikan membuat garis lurus antara SMA dan PT, dan diperparah dengan pandangan masyarakat yang terlanjur memahami bahwa PT lebih bergengsi daripada bekerja, maka opini bahwa SMK lebih rendah statusnya daripada SMA menguat sebagai sebuah dampak yang berentetan.
Jurusan Manakah yang perlu dipilih?
ketika belajar di SD ataupun SMP kita belum mengenal apa yang dinamakan dengan penjurusan. Kita mengenal program penjurusan baru setelah kita duduk dibangku SMA melalui penjelasan yang disampaikan oleh guru Bimbingan Konseling di SMA. Dan memang program penjurusan dilakukan pelaksanaan penjurusan bagi peserta didik dimulai pada semester 1 (satu) kelas XI, untuk penentuan IPA,IPS, Bahasa, atau Keagamaan dilakukan akhir semester 2 (dua) kelas X., ini merupakan bentuk dari layanan bimbingan konseling yaitu penempatan dan penyaluran siswa sesuai minat dan bakat serta kemampuan yang dimiliki siswa. Momentum pemilihan jurusan ini bagi siswa adalah merupakan saat-saat kritis dalam setiap fase kehidupan. Dikarenakan aktifitas memilih, selain sangat rumit dan komplek juga akan membawa konsekwensi dan resiko tertentu.
Tentu kita bertanya atau setidaknya pernah ada terbesit pertanyaan di benak kita masing-masing, “sebetulnya untuk apa sih penjurusan itu dilakukan” atau “mengapa harus ada penjurusan”?. Setidaknya ada beberapa hal yang bisa dijadikan alasan, yaitu:
1. Keunikan individu, adanya kesamaan dan perbedaan antara pribadi yang satu dan yang lain mengenai; bakat, minat serta kemampuan
2.Hak setiap pribadi untuk menentukan pilihan, tentu saja harus disesuaikan dengan minat, bakat serta kemampuan yang dimiliki
3.Penyiapan untuk pendidikan yang lebih tinggi serta dunia kerja, dimana saat itu siswa harus memiliki spesifikasi program studi tertentu atau pekerjaan tertentu
4.Ketentuan kurikulum, pemilihan jurusan adalah ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui kurikulum yang berlaku untuk sekolah dengan disesuaikan kemampuan sekolah masing-masing.
Ada 4 program studi di SMA/MA yang kita kenal, yaitu Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS),Program Bahasa, serta Program Keagamaan.. Memilih jurusan ini bukanlah pekerjaan asal-asalan, misalnya seorang siswa memilih IPA hanya karena menghindari mata pelajaran hapalan atau hanya karena factor pengaruh dari teman karibnya, temannya di IPA lantas ia ikut-ikut juga di IPA. Untuk sampai kepada tataran ideal tersebut, kita membutuhkan sebuah metoda analisa yang nantinya dapat digunakan untuk membantu kita dalam memperhitungkan segala sesuatu yang berkaitan dengan keputusan yang akan kita ambil. Salah satu metoda yang ditawarkan kepada anda adalah analisis SWOT.
SWOT adalah merupakan akronim dari:
S = Streng = sesuatu yang menjadi kelebihan/kekuatan diri pribadi siswa
W = Weaknes = sesuatu yang menjadi kelemahan/kekurangan diri siswa
O = Opportunity = sesuatu yang dapat dijadikan penunjang keberhasilan diri siswa
T = Threat = sesuatu yang dapat menggagalkan rencana studi siswa.
Contoh:
Siswa A menggunakan metoda analisis SWOT pada saat ia menentukan keputusan untuk memilih jurusan IPA. Aspek-aspek yang ada pada diri saya:
Potensi kekuatan (Streng);
- menyenangi mata pelajaran eksakta (Fis, Bio, Kim, MTK)
- hasil belajar semester 1 kelas X termasuk 5 besar
- hasil tes IQ tinggi dengan kemampuan bakat yang mendukung di IPA
- motivasi belajar tinggi
Potensi kelemahan (Weeakness)
- tidak menyenangi mata pelajaran social/hapalan
- hasil belajar untuk pelajaran social rendah
Peluang (Opportunity)
- memiliki fasilitas belajar yang lengkap
- ketersediaan buku-buku penunjang
- adanya dukungan orang tua
- mengikuti les belajar tambahan
Potensi ancaman (Threat)
- lingkungan di rumah memungkinkan untuk belajar maksimal
- siswa A pandai memilih teman sehingga kemungkinan terpengaruh untuk belajar sangat kecil.
Lantas pertimbangan apa yang digunakan di dalam penjurusan sehingga factor-faktor “SWOT” yang ada pada diri kita dapat diketahui.
Secara umum, hal yang dipertimbangkan untuk pemilihan jurusan adalah:
1. Prestasi belajar/ nilai rapor
2. Kemungkinan potensi yang dimiliki (intelegensi, bakat, minat, serta cirri-ciri kepribadian).
3. Cita-cita / karier
4. Hasil konsultasi/konseling dengan guru Bimbingan Konseling serta pertimbangan dari Wali Kelas dan juga guru mata pelajaran terkait untuk penguatan.
Secara khusus, hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan jurusan:
1. Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Nilai mata pelajaran yang menjadi ciri program ini seperti; fisika, kimia, biologi, matematika, minimal harus sesuai dengan Standar Ketuntasan Minimal (SKM). Kemudian hasil tes psikologi; IQ minimal 100, kemampuan numerical, skolastik, relasi ruang minimal 65 serta memiliki motivasi diri yang tinggi.
2. Pogram Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Didukung dengan mata pelajaran yang menjadi ciri program ini seperti: ekonomi, sosiologi, tata negara, antropologi minimal harus sesuai dengan Standar Ketuntasan Minimal (SKM). Sesungguhnya pada program IPS ini juga dibutuhkan bakat numerical, verbal serta penalaran yang tinggi.
3. Program Bahasa
Juga harus di dukung dengan mata pelajaran yang menjadi ciri dari program ini seperti; bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, serta penambahan bahasa asing lain seperti Jerman atau Bahasa jepang yang kesemuannya harus minimal sesuai dengan KKM. Terkait masalah hasil tes psikologi pada jurusan ini hendaknya ditunjang dengan kemampuan verbal serta penalaran yang tinggi.
4. Program Keagamaan
Untuk bisa sukses di program ini seorang siswa yang berniat memilih program keagamaan contohnya Agama Islam harus memiliki kesenangan khusus belajar Ilmu-ilmu Agama Islam seperti Tafsir, Hadits, Fikih, Tauhid, dan lain-lain. Selain itu tentunya kemampuan baca tulis AL-Qur'an pun harus bisa walaupun belum taraf ahli karena untuk mencapai tahap itu bisa dikembangkan di sekolah atau belajar di Pesantren tempat bernaung suatu yayasan pendidikan.
Kiranya ini dapat membantu siswa kelas X di SMA untuk memilih jurusan yang tepat sehingga mereka dapat berkembang secara lebih optimal sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. Namun perlu juga di ingat bahwa sebetulnya antara IPA, IPS, Bahasa memiliki karekteristik masing-masing, program yang satu tidak lebih hebat dari program yang lain. Hal ini penting utamanya bagi rekan-rekan guru Bimbingan Konseling untuk dapat menyampaikan kepada siswa asuhnya arena selama ini ada semacam persepsi yang salah dari siswa, dimana para siswa menganggap bahwa siswa-siswa yang ditempatkan pada jurusan IPA adalah merupakan kumpulan dari anak-anak pintar, sedangkan mereka yang di tempatkan pada jurusan IPS dan Bahasa memiliki kemampuan yang rendah atau di bawah anak-anak IPA.
Kriteria Penjurusan Menurut Peraturan Perundangan
Landasan
Siswa dapat dijuruskan Program IPA, IPS, Bahasa, atau Program Keagamaan dengan mempertimbangkan:
Semoga artikel ini bisa membantu para siswa dalam memilih/menentukan Pemilihan Jurusan khususnya di satuan pendidikan SMA/MA, Amin Yaa Rabbal Alamin!
Copyright@www.enersi.com All rights reserved, written by Drs. Asep Dewan, SH
Penjurusan atau Course yang ditawarkan di level pendidikan menengah diterapkan di Indonesia sejak Zaman Hindia Belanda. Sekolah HBS (Hogere Burger School)yang merupakan Sekolah Menengah untuk anak-anak Eropa, dan AMS (Algemeene Middelbare School) yang merupakan sekolah menengah atas untuk anak-anak pribumi pertama kalinya dibagi atas 2 course yaitu Budaya (Kelompok A) dan Sains (kelompok B). Pada masa-masa selanjutnya sistem penjurusan di Indonesia diterapkan sejak SMP, yang kemudian dihapuskan pada tahun 1962. Sistem penjurusan kemudian hanya dikenal di SMA dengan 3 macam jurusan yaitu A (sains), B (bahasa/budaya) dan C (sosial). Pengistilahan ini mengalami perubahan dan spesifikasi pada masa-masa berikutnya seperti A1, A2, A3, dan A4. Dan akhirnya kembali seperti sekarang, penamaan jurusan tidak lagi menggunakan lambang huruf atau angka, tetapi dengan kategori IPA, IPS, Bahasa, dan Keagamaan.
Penjurusan diperkenalkan sebagai upaya untuk lebih mengarahkan siswa berdasarkan minat dan kemampuan akademiknya. Siswa-siswa yang mempunyai kemampuan sains dan ilmu eksakta yang baik, biasanya akan memilih jurusan IPA, dan yang memiliki minat pada sosial dan ekonomi akan memilih jurusan IPS, lalu yang gemar berbahasa akan memilih Bahasa.
Pengarahan sejak dini ini dimaksudkan untuk memudahkan siswa memilih major/bidang ilmu yang akan ditekuninya di Universitas atau akademi yang tentunya akan mengarah pula kepada karirnya kelak. Tetapi penjurusan di tingkat SMA tidak selalu menjamin bahwa seorang siswa akan memilih bidang studi yang sama di Universitas, karena pada kenyataannya banyak siswa program IPA yang memilih jurusan Ekonomi, Politik, Hubungan Internasional, atau siswa jurusan IPS yang memilih program Bahasa.
Pemilihan jurusan yang berbeda dengan bidang ilmu yang ditekuni di SMA tersebut adalah wajar sebab anak seusia SMA memang belum bisa memastikan karirnya. Jangankan anak SMA, mahasiswa PT pun masih mengalami kebimbangan menentukan karirnya setelah lulus.
Yang penting untuk dipikirkan saat ini adalah apakah penjurusan di SMA sudah efektif, terutama jika dipandang dari sudut kepentingan siswa ? Sebagaimana disebutkan dalam UU Sisdiknas 2003 tentang tujuan pendidikan menengah, ada 2 arahan yaitu mempersiapkan siswa ke jenjang PT, dan untuk terjun ke masyarakat (bekerja). Dalam penelitian yang saya lakukan di beberapa SMA di Madiun, jumlah lulusan SMA yang melanjutkan ke PT adalah 56%, yang bekerja 9%, dan 35% tergolong unemployment (termasuk data yang tak jelas). Lulusan SMK yang melanjutkan ke PT sebesar 6%, yang bekerja sebesar 40%, lalu sisanya (54%) unemployment. Secara nasional, lulusan Sekolah Menengah yang melanjutkan ke PT hanya sebesar 15 % (Data tahun 2005/2006).
Rendahnya angka melanjutkan ke PT dapat disebabkan oleh banyak hal, di antaranya : masalah ekonomi, ketidakmampuan akademik, gagal dalam UN, gagal dalam ujian masuk PT, dll. Melihat kenyataan rendahnya angka partisipasi tersebut, maka pendidikan di level SMA (pendidikan menengah umum) sebaiknya diarahkan untuk mempersiapkan siswa agar lebih memiliki kemampuan untuk bekerja atau membuka usaha mandiri. Tentu saja, selain pemikiran ini, dapat juga dikembangkan argumen untuk mempermudah proses ujian masuk PT atau menekan biaya kuliah/masuk PT, tetapi pembahasan tentang ini tidak akan saya bahas di sini.
Penjurusan yang ada di SMA saat ini adalah penjurusan yang mengarah kepada satu tujuan yaitu melanjutkan ke PT. Penjurusan seperti ini memiliki keterbatasan dalam mengantisipasi kondisi siswa-siswa yang karena alasan tertentu tidak dapat melanjutkan ke PT, dan memilih (terpaksa memilih) untuk langsung bekerja. Dengan kemampuan yang dipersiapkan untuk melanjutkan ke PT, maka wajar jika banyak siswa SMA juga mengalami kesulitan ketika bekerja di masyarakat. Bahkan pekerjaan yang dilakukan barangkali serabutan,dengan prinsip yang penting bekerja.
Barangkali banyak yang menyarankan agar anak-anak yang tidak ingin melanjutkan ke PT dan berminat bekerja, sebaiknya melanjutkan ke SMK saja. Tetapi perlu diingat bahwa jumlah SMK lebih sedikit dibandingkan dengan SMA, dan itu pun tidak menyebar merata ke daerah-daerah pelosok. Bantahan lain, barangkali ada anak yang tidak senang dengan sistem belajar/pendidikan di SMK. Hak-hak dan keberatan semacam ini harus diakomodasikan dalam sistem pendidikan kita.
SMK selama ini dianggap sebagai sekolah untuk anak kelas kedua, di mana kelas kesatu dianggap sebagai anak-anak berotak cemerlang yang mampu mengenyam pendidikan SMA. Di beberapa negara SMK bahkan dianalogkan sebagai sekolahnya anak-anak desa/daerah. Dan karena sejak awal sistem pendidikan membuat garis lurus antara SMA dan PT, dan diperparah dengan pandangan masyarakat yang terlanjur memahami bahwa PT lebih bergengsi daripada bekerja, maka opini bahwa SMK lebih rendah statusnya daripada SMA menguat sebagai sebuah dampak yang berentetan.
Kebijakan Departemen Pendidikan Nasional menetapkan Penjurusan di SMA memang acap kali menimbulkan masalah karena penjurusan di SMA itu berkaitan dengan hajat publik yang penting dan kompleks. Hajat publik itu penting karena penjurusan berarti pengerahan haluan hidup seseorang seperti jenis pekerjaan, nilai yang dianut serta kepribadian yang mengembannya. Hajat publik itu kompleks karena ikhwal penjurusan itu menyangkut kecerdasan serta kemampuan manusia untuk belajar, selain juga menyangkut persaingan kelas sosial karena penjurusan dipandang sebagai peletakan posisi siswa dan keluarganya dalam masyarakat, bahkan juga menyangkut pengendalian emosi dalam arti apakah orang tua dan siswa dapat menerima jika siswa tidak masuk jurusan yang diinginkannya.
Jurusan Manakah yang perlu dipilih?
ketika belajar di SD ataupun SMP kita belum mengenal apa yang dinamakan dengan penjurusan. Kita mengenal program penjurusan baru setelah kita duduk dibangku SMA melalui penjelasan yang disampaikan oleh guru Bimbingan Konseling di SMA. Dan memang program penjurusan dilakukan pelaksanaan penjurusan bagi peserta didik dimulai pada semester 1 (satu) kelas XI, untuk penentuan IPA,IPS, Bahasa, atau Keagamaan dilakukan akhir semester 2 (dua) kelas X., ini merupakan bentuk dari layanan bimbingan konseling yaitu penempatan dan penyaluran siswa sesuai minat dan bakat serta kemampuan yang dimiliki siswa. Momentum pemilihan jurusan ini bagi siswa adalah merupakan saat-saat kritis dalam setiap fase kehidupan. Dikarenakan aktifitas memilih, selain sangat rumit dan komplek juga akan membawa konsekwensi dan resiko tertentu.
Tentu kita bertanya atau setidaknya pernah ada terbesit pertanyaan di benak kita masing-masing, “sebetulnya untuk apa sih penjurusan itu dilakukan” atau “mengapa harus ada penjurusan”?. Setidaknya ada beberapa hal yang bisa dijadikan alasan, yaitu:
1. Keunikan individu, adanya kesamaan dan perbedaan antara pribadi yang satu dan yang lain mengenai; bakat, minat serta kemampuan
2.Hak setiap pribadi untuk menentukan pilihan, tentu saja harus disesuaikan dengan minat, bakat serta kemampuan yang dimiliki
3.Penyiapan untuk pendidikan yang lebih tinggi serta dunia kerja, dimana saat itu siswa harus memiliki spesifikasi program studi tertentu atau pekerjaan tertentu
4.Ketentuan kurikulum, pemilihan jurusan adalah ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui kurikulum yang berlaku untuk sekolah dengan disesuaikan kemampuan sekolah masing-masing.
Ada 4 program studi di SMA/MA yang kita kenal, yaitu Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS),Program Bahasa, serta Program Keagamaan.. Memilih jurusan ini bukanlah pekerjaan asal-asalan, misalnya seorang siswa memilih IPA hanya karena menghindari mata pelajaran hapalan atau hanya karena factor pengaruh dari teman karibnya, temannya di IPA lantas ia ikut-ikut juga di IPA. Untuk sampai kepada tataran ideal tersebut, kita membutuhkan sebuah metoda analisa yang nantinya dapat digunakan untuk membantu kita dalam memperhitungkan segala sesuatu yang berkaitan dengan keputusan yang akan kita ambil. Salah satu metoda yang ditawarkan kepada anda adalah analisis SWOT.
SWOT adalah merupakan akronim dari:
S = Streng = sesuatu yang menjadi kelebihan/kekuatan diri pribadi siswa
W = Weaknes = sesuatu yang menjadi kelemahan/kekurangan diri siswa
O = Opportunity = sesuatu yang dapat dijadikan penunjang keberhasilan diri siswa
T = Threat = sesuatu yang dapat menggagalkan rencana studi siswa.
Contoh:
Siswa A menggunakan metoda analisis SWOT pada saat ia menentukan keputusan untuk memilih jurusan IPA. Aspek-aspek yang ada pada diri saya:
Potensi kekuatan (Streng);
- menyenangi mata pelajaran eksakta (Fis, Bio, Kim, MTK)
- hasil belajar semester 1 kelas X termasuk 5 besar
- hasil tes IQ tinggi dengan kemampuan bakat yang mendukung di IPA
- motivasi belajar tinggi
Potensi kelemahan (Weeakness)
- tidak menyenangi mata pelajaran social/hapalan
- hasil belajar untuk pelajaran social rendah
Peluang (Opportunity)
- memiliki fasilitas belajar yang lengkap
- ketersediaan buku-buku penunjang
- adanya dukungan orang tua
- mengikuti les belajar tambahan
Potensi ancaman (Threat)
- lingkungan di rumah memungkinkan untuk belajar maksimal
- siswa A pandai memilih teman sehingga kemungkinan terpengaruh untuk belajar sangat kecil.
Lantas pertimbangan apa yang digunakan di dalam penjurusan sehingga factor-faktor “SWOT” yang ada pada diri kita dapat diketahui.
Secara umum, hal yang dipertimbangkan untuk pemilihan jurusan adalah:
1. Prestasi belajar/ nilai rapor
2. Kemungkinan potensi yang dimiliki (intelegensi, bakat, minat, serta cirri-ciri kepribadian).
3. Cita-cita / karier
4. Hasil konsultasi/konseling dengan guru Bimbingan Konseling serta pertimbangan dari Wali Kelas dan juga guru mata pelajaran terkait untuk penguatan.
Secara khusus, hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan jurusan:
1. Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Nilai mata pelajaran yang menjadi ciri program ini seperti; fisika, kimia, biologi, matematika, minimal harus sesuai dengan Standar Ketuntasan Minimal (SKM). Kemudian hasil tes psikologi; IQ minimal 100, kemampuan numerical, skolastik, relasi ruang minimal 65 serta memiliki motivasi diri yang tinggi.
2. Pogram Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Didukung dengan mata pelajaran yang menjadi ciri program ini seperti: ekonomi, sosiologi, tata negara, antropologi minimal harus sesuai dengan Standar Ketuntasan Minimal (SKM). Sesungguhnya pada program IPS ini juga dibutuhkan bakat numerical, verbal serta penalaran yang tinggi.
3. Program Bahasa
Juga harus di dukung dengan mata pelajaran yang menjadi ciri dari program ini seperti; bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, serta penambahan bahasa asing lain seperti Jerman atau Bahasa jepang yang kesemuannya harus minimal sesuai dengan KKM. Terkait masalah hasil tes psikologi pada jurusan ini hendaknya ditunjang dengan kemampuan verbal serta penalaran yang tinggi.
4. Program Keagamaan
Untuk bisa sukses di program ini seorang siswa yang berniat memilih program keagamaan contohnya Agama Islam harus memiliki kesenangan khusus belajar Ilmu-ilmu Agama Islam seperti Tafsir, Hadits, Fikih, Tauhid, dan lain-lain. Selain itu tentunya kemampuan baca tulis AL-Qur'an pun harus bisa walaupun belum taraf ahli karena untuk mencapai tahap itu bisa dikembangkan di sekolah atau belajar di Pesantren tempat bernaung suatu yayasan pendidikan.
Kiranya ini dapat membantu siswa kelas X di SMA untuk memilih jurusan yang tepat sehingga mereka dapat berkembang secara lebih optimal sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. Namun perlu juga di ingat bahwa sebetulnya antara IPA, IPS, Bahasa memiliki karekteristik masing-masing, program yang satu tidak lebih hebat dari program yang lain. Hal ini penting utamanya bagi rekan-rekan guru Bimbingan Konseling untuk dapat menyampaikan kepada siswa asuhnya arena selama ini ada semacam persepsi yang salah dari siswa, dimana para siswa menganggap bahwa siswa-siswa yang ditempatkan pada jurusan IPA adalah merupakan kumpulan dari anak-anak pintar, sedangkan mereka yang di tempatkan pada jurusan IPS dan Bahasa memiliki kemampuan yang rendah atau di bawah anak-anak IPA.
Kriteria Penjurusan Menurut Peraturan Perundangan
Landasan
- PP No. 19 Tahun 2006 tentang Standar Nasional Pendidikan
- Permen Diknas No. 23 dan 24 Tahun 2006
- Peraturan Dirjen Mendikdasmen No: 576/C/Kep/TU/2006
- Pedeoman penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) untuk SMA Kategori Mandiri dan Bertaraf Internasional dari BNSP Departemen Pendidikan Nasional
Siswa dapat dijuruskan Program IPA, IPS, Bahasa, atau Program Keagamaan dengan mempertimbangkan:
- Tes penempatan(Placement test) dengan mengacu pada 4 mata pelajaran: Matematika, Kimia, Geografi dan Ekonomi.
- Jumlah Nilai Rapor Semester I Untuk mata pelajaran IPA dan IPS
- Jumlah SKHUN SMP untuk Mata pelajaran Matematika dan IPA
- Hasil komulatif dari 1,2 dan 3 diperingkat sehingga didapatkan:
- Peringkat 1 s.d. 288 terjurus Program IPA
- Peringkat 288 .s.d. 360 terjurus Program IPS
Semoga artikel ini bisa membantu para siswa dalam memilih/menentukan Pemilihan Jurusan khususnya di satuan pendidikan SMA/MA, Amin Yaa Rabbal Alamin!
0 comments
Post a Comment